Quantcast
Channel: Radioholicz
Viewing all 120 articles
Browse latest View live

4 April 2013

$
0
0

Tidak banyak yang bisa saya ceritakan, kecuali memang rutinitas yang perlahan membunuh dan mengubah pola sosialisasi yang terjadi. Hang out di mall? Bercengkrama di timeline? Rasanya menjadi sesuatu yang semakin susah =)), agak sedih juga sih, tapi the show must go on. Apa yang terjadi selama 3 bulan pertama di divisi baru?

Sudah bisa ditebak bahwa saya harus berlajar banyak. Belajar manajemen waktu, manajemen bicara sama manajemen emosi. Mungkin hal terakhir yang paling meningkat daya tahannya. Ketika tingkat stressnya sudah membuat asam lambung naik di tengah malam, rasanya emosi yang paling terkuras. Entah itu harus berbicara dengan semua WI, ataukah ketika harus menahan emosi melihat partner kerja yang careless.

Things happen for a reason,

Itu yang saya ucapkan kepada seorang teman di Path. Entah apa yang ada di pikirannya sehingga membutuhkan kongsi pendapat dari banyak pihak. Hal itu juga yang membuat saya bertahan selama 3 bulan sehingga tidak gila. Gila karena kerjaan atau gila karena terlalu emosional. Saya tahu ini merupakan salah satu tahap untuk mendewasakan diri. Membiasakan diri untuk mengasah pikiran dan mengoptimalkan potensi yang selama setahun terakhir sudah terkikis karena kebanyakan santainya.

Sesi liburan di Lombok.

Sesi liburan di Lombok.

Saya selalu bercanda kepada teman-teman yang bertanya, “kamu kemana? Kok menghilang dari peredaran?” bahwa memang ini saatnya untuk kerjaan yang posesif dan membalas dendam. Setelah tahun lalu semua perhatian lebih banyak terfokus kepada komunitas, maka tahun ini fokusnya saja yang lebih digeser. Sedih? Hey, life must go on. Mencari isu prioritas itu selalu menjadi lebih sulit. Keluar dari zona nyaman yang membuat kita merasa betah dengan teman ataupun dengan kegiatan keseharian.

Lembur, tepar, menjadi makanan sehari-hari. Berkenalan dengan orang baru, memanage jadwal, sampai hectic karena too over drama menjadi konsumsi wajib. Bahkan setelah penutupan diklat, kok saya justru merasa kesepian? Menjaga jadwal 10 kelas yang berjalan paralel dulu menjadi hal yang mustahil, tapi justru ketika hal itu selesai, saya seperti kehilangan ritme tersendiri?

Ada banyak rencana yang akan terjalani sampai setahun kedepan. Termasuk rencana untuk melanjutkan kuliah. Entahlah, rasanya mimpi terlalu besar untuk dijalani. Tapi bukankah itu yang namanya mimpi? Berkeinginan sebesar mungkin sambil berusaha yang terbaik, sampai semuanya menjadi terwujud. Kemarin, notifikasi email sudah masuk kembali, menyisakan satu tahap (yang katanya terakhir). Semoga semuanya berjalan lancar. Amin!

Ulang tahun Dian, salah seorang sahabat.

Ulang tahun Dian, salah seorang sahabat.

Terkadang ada banyak hal yang harus harus berubah. Teman, pekerjaan, semuanya berjalan dengan linier lurus. Ketika ada beberapa dunia yang tidak bisa lagi berdampingan, jangan memaksanya. Karena nantinya kita yang akan lelah sendiri. Kalaupun frekuensi pertemuan menjadi semakin jarang, setidaknya jaga komunikasi agar tidak terputus. Ketika prioritas sudah mulai berubah, ingat target yang ingin dicapai. Semoga itu bisa membantumu menjadi kuat.

Tentang hati? Ah sudahlah. 8 bulan ini menjadi 8 bulan yang menyenangkan. Karena kamu. Terima kasih :*.


Catatan dari Makassar Choir Festival.

$
0
0

Saya selalu iri kepada mereka yang bisa membaca tangga nada dengan begitu mudahnya. Menyanyikan do re mi semudah membalikkan telapak tangan. Tidak usah bermimpi membaca not balok, membaca urutan partitur nada dalam angka pun saya sering belepotan. Apalagi ketika disuruh bersuara dengan nada yang konstan. Jatuh-jatuhnya malah fals. *uhuk*

Mungkin karena itu kita harus berterima kasih pada ruang-ruang karaoke yang telah menjadi saksi bisu. Ketika kamar mandi tidak lagi cukup luas untuk menyalurkan bakat yang tidak terselamatkan, maka ruang karaoke keluarga menjadi alat untuk latihan vokal yang ampuh.

Urusan cocok-cocokan nada, itu urusan belakangan. Yang penting nyanyi dulu!

Berawal dari karir sebagai atlit karaoke inilah saya kemudian berkenalan dengan tangga nada dan ikut paduan suara. Sebuah jebakan betmen yang tidak bisa dihindari. Dari situlah kemudian saya mengetahui tipe nada suara saya adalah tenor mengarah ke bass. Cuma masalah pembacaan nada saja yang kacau :P , tapi bukankah dalam hidup kita harus selalu mencoba pengalaman yang baru?

Sebenarnya tidak bisa mengambil gambar selama pertunjukan XD

Salah satu peserta di Makassar Choir Festival 2013. Sebenarnya tidak bisa mengambil gambar selama pertunjukan XD

Berbekal pengalaman menakjubkan itulah yang terus membuat saya kecanduan untuk bernyanyi dalam paduan suara. Walaupun kami hanya tampil 2 kali setahun, itupun hanya dalam gelaran internal kantor, saya tetap bangga. Ada rasa yang tidak terbayarkan ketika seluruh peserta yang mendengarkan, larut dalam kegembiraan tatkala medley lagu daerah dibawakan. Semua akan bernyanyi, semua akan tertawa. Sementara kami? Menikmati berada dalam spotlight!

Bisa jadi itu pula perasaan 10 peserta Makassar Choir Festival yang dihelat di Balai Manunggal 2 pekan lalu. Kenapa saya bisa nyasar di acara ini? Berbekal broadcast message dari seorang teman di hari sabtu, jadilah saya yang jomblo lokal kemudian berniat untuk nonton. Acara yang mestinya dimulai pukul 3 sore mesti agak ngaret sedikit karena, yah persoalan teknis –atau menunggu pejabat yang akan membuka acara—yang cukup mengganggu. Setelah sambutan ini itu dan seremonial pembukaan, acara resmi dimulai pukul 5 sore.

Gambaran saya tentang skena-skena serial Glee akhirnya menjadi nyata. Ketika peserta pertama muncul dan membawakan lagu “Apanya Dong” dan “Ratu Sejagad”. Saya terhenyak. What the Earth is happening? Tidak ada lagi konsep konvensional bahwa paduan suara harus berdiri kaku membentuk barisan. Peserta pertama hadir dengan koreografi yang rapi dan menyenangkan untuk dilihat! Riuh rendah peserta terus terdengar setelah mereka selesai tampil. Mereka harus sial mendapat giliran pertama. Groginya masih terasa di beberapa bagian. Seringkali suara sang vokalis utama harus tenggelam karena suara keyboard yang terlalu besar. Tapi selebihnya? Keren!

Penampil yang hadir semuanya berjumlah 10 grup, sayangnya saya hanya bisa menyaksikan 5 penampil saja sebelum jeda maghrib. Peserta kedua hadir dengan format paduan suara formal dan menyanyikan acapella dua buah lagu berbahasa Inggris. Yang sayangnya saya tidak dapat menangkap apa yang mereka ucapkan. Padahal dari segi visual, outfit mereka keren! Sebagian anggota paduan suara mengenakan jas tutup yang dimodifikasi. Cantik-cantik dan cakeup!

Inilah yang membuat paduan suara menjadi tontonan yang wajib. Ketika memasuki pelataran Balai Manunggal, saya melihat beberapa kelompok yang sedang berlatih. Outfit mereka keren-keren. Tidak lagi dengan seragam hitam standar, ada juga yang menggunakan pakaian khas Bali. Sayang saya tidak melihat penampilan mereka.

Yang paling mencengangkan adalah kelompok paduan suara dari salah satu gereja di Makassar. Karena acara ini terbuka untuk umum, maka segala kategori kemudian dipertandingkan. Rasanya penampilan mereka adalah yang terbaik di jeda pertama kompetisi menyanyi ini. Dibuka dengan suara alat musik tradisional serupa Tifa, pelan-pelan barisan suara tenor, bass, alto menyatu dan membuat harmoni yang indah. Pantas saja rasanya ketika penonton memberikan standing applause selepas penampilan mereka.

Dari catatan ketua panitia ketika memberikan sambutan, Makassar Choir Festival ini diharapkan bisa menjadi pemersatu dan menjadi salah satu kegiatan positif untuk para pemuda dan remaja. Walaupun banyak hal yang mesti dipersiapkan dan butuh waktu setahun untuk pelaksanaannya, rasanya kita harus member acungan jempol untuk panitia. Karena kompetisi choir seperti ini sudah terlalu sering dilakukan di luar daerah, ataupun di luar negeri. Padahal apabila dikemas dalam konsep yang lebih matang, rasanya festival ini bisa menjadi tontonan yang wajib disaksikan.

Sampai jumpa di Makassar Choir Festival tahun depan, dan mari bernyanyi apapun jenis suaramu!

nb : ini adalah salah satu video paduan suara favorit saya, Paduan Suara Mahasiswa Universitas Hasanuddin ketika berlaga di salah satu festival di luar negeri. Bertanding di kategori Folklore, Barasanji dan Ati Raja sungguh membuat merinding

Singgah; ketika pencarian selalu dimulai dimana saja.

$
0
0

Membaca Singgah sejenak menimbulkan pertanyaan besar di kepala saya, sebenarnya apa arti kata pulang itu sendiri? Ketika memakai kata Singgah, bisa diartikan sebuah perjalanan sedang dilakukan. Kemana? Perjalanan tersebut tentang apa?

Singgah-bukuBeberapa jawaban alternatif kemudian akan diberikan oleh 11 penulis yang bercerita dan memaknai kata singgah itu sendiri. Beberapa diantaranya telah saya kenali dengan baik frasa mereka ketika bercerita. Selebihnya? Beberapa tulisan membuat saya terhenyak dengan twist yang ditawarkan.

Ketika membuka barisan daftar isi, mata saya langsung tertuju pada cerita Para Hantu dan Jejak-Jejak di Pasir. Adalah Adellia Rosa yang mengajak kita untuk mendengarkan cerita tentang Rosetta yang kehilangan orang tuanya di laut dan hamper pula kehilangan saudari kembarnya. Cara Adel bercerita menimbulkan sensasi tersendiri. Ketika saya merasa sudut padang skizofrenia dijabarkan di beberapa bagian.

Sebenarnya kehilangan apa yang paling perih dibandingkan dengan kehilangan kenangan?

Kata kenangan menjadi tema besar sebagian cerita. Simak saja cerita Menunggu Dini dan Memancing Bintang. Diajaknya kita menyusuri bagian terdalam pikiran manusia, ketika pelan-pelan sebuah kenangan tidak akan pernah bisa lepas dari benak. Apakah itu tentang cinta pertama, ataukah ketika harus memilih antara mengejar mimpi dan meninggalkan orang yang sangat dicintai.

Entah mengapa banyak segmen yang digambarkan dalam seluruh cerita bersetting di dermaga, laut, peron stasiun, ataukah ruang tunggu lainnya. Semua ini seakan menebalkan arti kata Singgah yang bisa dipahami oleh semua orang. Kemana semua cerita akan berlabuh. Setelah satu peristiwa besar, mampukah kita melangkah maju? Ataukah justru harus tertahan dengan kenyataan yang tidak bisa ditinggalkan?

Ketika saya memutuskan pergi, masihkah sama perasaanmu untukku?

Ketika saya memutuskan pergi, masihkah sama perasaanmu untukku?

Langit di Atas Hujan menjawab pertanyaan tersebut. Kinan (kenapa harus nama ini, hey Harigelita?) mengajak kita menikmati oase asmaranya. Ketika hubungannya dengan sang pacar sudah masuk fase stagnan, diceritakannya kita tentang asmara singkatnya ketika berada di Yogya. Apakah memang kemapanan adalah tujuan semua orang? Berapa persinggahan lagi yang harus dilalui untuk mencapai tempat tersebut?

Sepertinya Jia Effendi akan menjadi penulis favoritku berikutnya. Dia mampu memberikan cerita yang sedikit witty, yang membuat saya dua kali membaca cerita tersebut. Diberikannya Jantung untuk berkontemplasi dan cerita Pertemuan di Dermaga tentang pilihan. Bagaimana seandainya kau diberikan kesempatan untuk memperbaiki sesuatu yang telah hilang?

Menikmati buku Singgah membuat kita menemukan sebuah ritme lain dari setiap perjalanan hidup. Beberapa cerita tampaknya mudah tertebak, tapi saya kira tulisan ke 11 orang ini patut diacungi jempol. Ketika pemilihan kata dan twist yang disusun secara rapi mampu menggambarkan setiap persinggahan yang dimaksud, dan menyisakan satu pertanyaan. Dimanakah rumahmu untuk pulang?

(Singgah, Gramedia, 2012)

Travis ~ More Than Us

$
0
0

And everybody wants a hand
But I’m too busy holding up the world
To carry on

*and i’m always bursting tears everytime hear this track.

Gang Aut; surga kuliner Kota Bogor

$
0
0

Menghilang selama 12 jam di Kota Bogor memang tidak bisa membawa cerita banyak. Hanya beberapa tempat yang berhasil saya kunjungi seperti Kebun Raya Bogor dan berjalan keliling menikmati suasana kota. Satu hal yang saya sesali adalah rencana dadakan menyusuri Gang Aut. Ternyata disinilah surga kuliner di Kota Bogor.

The journey starts here, Combro! :9

The journey starts here, Combro! :9

Mencari lokasi ini sebenarnya agak mudah. Cukup mencari jalan tepat di depan pintu masuk Kebun Raya Bogor. Gang Aut adalah sebuah lorong yang letaknya persis di titik akhir Jalan Suryakencana yang kemudian menjadi titik awal dari Jalan Siliwangi. Perhatikan juga trayek angkot yang hendak dinaiki, tidak ada salahnya kalau bertanya terlebih dahulu. Maklum, popularitas angkot sepertinya diatas standar rata-rata. Mereka menjamur dan ada dimana-mana. Persoalan selanjutnya adalah, dimana lokasi yang paling pas untuk memulai petualangan kuliner?

Setelah mencoba gado-gado khas bogor sebagai pengganjal sarapan (yang menurutku agak aneh karena ada campuran wortel dan labu siam), jam 10 para naga sudah memberikan #kode keras untuk segera diisi. Pertanyaannya, apa harus makan berat dulu baru jalan, atau jalan sambil kelaparan?

Seporsi Bakso Setan

Seporsi Bakso Setan

Ternyata taktik saya salah. Tergiur dengan plang nama Bakso Setan Malang, saya menjajal seporsi bakso yang ternyata ukurannya memang diatas jumbo! Ditambah dengan cacahan daging dan cabe di dalamnya, layak membuat makanan ini untuk ditambah porsinya #eh. Jadinya saya menikmati satu porsi bakso yang digadang sebagai salah satu bakso terenak di Kota Bogor.

Ketika menyusuri Gang Aut, yang menjadi patokan adalah Bank Cabang BCA atau cari saja Bakso Setan. Inilah pusat segala macam-macam makanan beredar. Mulai dari asinan, sampai Soto Kuning khas Bogor. Sayangnya saya tidak sempat mencoba soto yang terkenal dimana-mana. Katanya sih kuahnya berasal dari kuah daging yang dicampur dengan kunyit. Sehingga rasa kaldu bisa diimbangi dengan rasa rempah yang kuat. Yang paling terkenal adalah Soto Kuning Pak Yusuf, tempatnya sedari pagi sudah dipenuhi pengunjung. Dan memang benar, kursi yang disediakan tidak mampu menampung pengunjung yang terus berdatangan.

Tenda Soto Kuning Pak Yusuf

Tenda Soto Kuning Pak Yusuf

 

Kawasan Gang Aut juga dikenal sebagai daerah pecinan. Jadi silahkan dibaca baik-baik plang pengumuman yang ada di depan restoran atau rumah makan. Mana yang menghidangkan masakan umum, dan mana yang juga menyajikan olahan dari daging babi.

Sebelum memilih salah satu rumah makan, paling cocok yah berjalan sambil mencicipi penganan yang ada di pinggir jalan. Tidak perlu takut dengan rasanya. Yang membuat saya kecanduan adalah combro yang berisikan tauco yang gurih, manisan pala yang segar, sampai aneka pepes yang dijadikan lauk juga dijajakan di pinggir jalan. Takut kehausan? Satu minuman yang unik adalah bir kotjok!

Mari mabuk bir kotjok!

Mari mabuk bir kotjok!

Tidak perlu khawatir akan mabuk setelah meminum bir ini. Karena bahannya sendiri hanya dari gula merah dan jahe. Jadi rasanya sedikit manis dan pedas sewaktu diminum. Rasanya sendiri sedikit mirip dengan Sara’ba dari Makassar. Cuma kurang aroma gurih dari santan, plus sensasinya beda karena minuman ini disajikan dingin. Boleh dengan es batu atau tidak. Kenapa harus bir? Karena sewaktu minuman ini dibuat, Abah, sang empu penemu minuman mengocok minumannya dalam batang bambu sehingga menimbulkan buih seperti bir. Rasanya pas dinikmati di siang hari Kota Bogor.

Penganan lain yang mencuri perhatian adalah lumpia! Mulai dari lumpia basah sampai lumpia kering yang dijajakan dengan cabe rawit. Karena lumpia basah jarang ditemui di Makassar, maka makanan ini yang cukup menyita perhatian perut =))

IMG_20130309_115538

Gerobak Lumpia

Aneka Manisan

Aneka Manisan

Puas dengan aneka cemilan, untuk makanan berat sekali lagi banyak pilihan tempat. Mulai dari yang menyajikan seafood, daging-dagingan, sampai nasi goreng pete yang fenomenal.

IMG_20130309_120123

Oleh-oleh dari Bogor

IMG_20130309_120108

Nasi Gorengnya, bang!

IMG_20130309_115553

Trotoar Gang Aut

IMG_20130309_115620

1001 macam pepes

IMG_20130309_115732

Oleh-oleh lagi!

Waktu yang tepat untuk menjajal semua penganan ini adalah jam brunch, ketika matahari belum terlalu lucu untuk berjalan kaki. Tidak perlu ragu untuk mencicipi penganan yang ada, karena sekali lagi Gang Aut ini seperti surga bagi pencinta makanan.

Tampan Tailor; bercerita tentang mimpi dan keyakinan

$
0
0

Ketika terjebak macet di Jakarta, maka ojek selalu menjadi kendaraan paling mumpuni. Mampu meliuk di antara antrian mobil yang mengular, ataukah mampu menemukan jalan-jalan kecil yang bahkan sudah tidak bisa disebut lagi jalan tikus. Diantara jejeran mall yang membentang, saya melihat realitas lain. Ketika rumah berdempet, suasana kampung, ditengah megahnya ibukota.

Image by http://kvltmagz.com

Image by http://kvltmagz.com

Gabungkan potret kehidupan tersebut dengan kenyataan bahwa saat ini semakin sulit untuk mencari lapangan pekerjaan membuat saya selalu bersyukur. Masih mempunyai pekerjaan yang tetap, masih bisa bekerja di tengah ruangan berpendingin yang bisa dikontrol, atau masih bisa memilih makanan yang ingin dikonsumi.

 

Yang sayangnya sebagian dari kita tidak memiliki opsi-opsi tersebut.

Menilik tema besar yang didengungkan Tampan Tailor, saya tidak menyangka filmnya akan seberat ini. Bukan hanya tentang hubungan ayah dan anak, tapi lebih kepada bagaimana memperjuangkan hidup itu sendiri. Suatu hal yang dimana semua orang akan melaluinya. Apa yang akan kau lakukan ketika masa itu tiba? Berjuang pada mimpimu? Atau menapak pada kenyataan?

Topan (Vino G. Bastian) menjadikan figur seorang ayah menjadi sosok ideal dan sempurna. Diberikannya gambaran sempurna bahwa seorang ayah harus menjadi Superman. Mampu berjuang untuk kebahagiaan Bintang (Jefan Nathanio), apapun yang terjadi. Semua akan dilakoninya, mulai dari Calo tiket kereta api sampai menjadi kuli bangunan. Apakah seorang ayah tidak boleh tampak terlihat lemah?

Image by http://suaramerdeka.com

Image by http://suaramerdeka.com

Dalam perjuangan tentang hidup ini, segmen kota bisa saja berganti. Silahkan amati sekeliling, ada banyak Topan lain yang sedang berjuang dengan hidupnya. Ketika gambar diganti dengan fragmen Jakarta, banyak yang menduga dramanya akan lebih hidup. Walaupun akhirnya beberapa kali saya merasakan dosis drama yang berlebihan. Hidup ini kok rasanya susah terus yah? Untungnya Prita (Marsha Timothi) datang menyelamatkan keadaan Topan dengan senyum sinisnya.

Tampan Tailor sendiri adalah sebuah mimpi yang dimiliki oleh Topan. Ketika sang istri meninggal, maka mau tidak mau dia harus mencari lapangan pekerjaan yang lain. Sampai akhirnya melalui Prita, dia bisa bekerja di perusahaan konveksi yang memperlihatkan kemahiran tangannya. Sebuah kebetulan? Tidak usah terlalu memakai logika dalam film ini, walaupun ada banyak skena yang terasa berlebihan (termasuk skena kembang api) dan jump cut yang sangat mendadak.

Akting Bintang sebagai seorang anak yang polos patut diacungi jempol. Aktingnya yang terasa sangat natural, menandakan bahwa memang itulah dunia seorang anak. Ketika bermimpi dan bermain harus menjadi porsi terbesar, lantas kenapa Topan masih harus berbohong dengan keadaan mereka yang sebenarnya? Apakah memang dasar hubungan tersebut bisa bertahan? Walaupun Tampan masih ingin mempertahankan yang terbaik untuk Bintang, ingin menciptakan dunia yang ideal, pertanyaan yang tak berkesudahan akan terus menghantui kepala. Bahwa terkadang hidup ini sangat tidak adil.

Menarik bagaimana pertanyaan tersebut diajukan oleh sang sutradara, Guntur Soeharjanto melalui pesan semiotika terselubung. Baju Gandhi, Tan Malaka yang dipakai oleh Ringgo mengambarkan semangat kebebasan yang sangat kuat. Begitu pula kalau jeli melihat, pesan yang disampaikan melalui baju kaos Bintang dalam paruh pertama yang bercerita tentang kebahagian, ataupun pada plang reklame yang terlihat sewaktu Topan bekerja sebagai kuli bangunan.

Lepas dari beberapa kekurangan (yang paling mengganggu saya adalah mereka hanya satu kali makan selama film ini berlangsung), eksekusi yang terasa rapi adalah kunci film ini. Ikatan emosi antara Bintang dan Topan menjadi dasar untuk mempercayai bahwa terkadang kita harus menemukan alasan-alasan kecil untuk berjuang. Tentang hidup yang keras, atau tentang mimpi yang ingin diraih, semuanya layak untuk diperjuangkan.

Relieve

$
0
0

Sometimes it’s relieve talk to stranger. Who don’t judge, and give you another perspective. About anything.

Adhitia Sofyan ~ How To Stop Time; album ketiga yang makin sempurna.

$
0
0

Kalau bisa dikatakan fans garis keras, mungkin saya sudah termasuk pada kategori itu ketika berbicara tentang musik yang ditawarkan oleh Adhitia Sofyan. Ketika mendengar kabar bahwa album ketiga, sesi bedroomnya akan segera dirilis, saya yang paling histeris. Kenapa? Saya menganggap bahwa 2 album terdahulu tidak pernah mengecewakan. Bagaimana dengan album How To Stop Time?

adhitiasofyan-howtostoptime

I wrote this album at times in my life where i think there’s just too many things going on, at night i often wish i knew how to stop time just to have a little rest from the world. But there were also times of joy that were going to fast that i also wish knew how to stop time from running all the time. ~ Adhitia Sofyan

Bagaimana rasanya ketika waktu berhenti? Seketika lagu-lagu dalam seluruh album ini bisa menghilangkan riuh dan menimbulkan jeda sejenak. Mendengarkan dia bertutur tentang Tokyo dan perumpamaan lampu yang memudar, sampai tentang janji yang tidak pernah tertepati.

Apakah lagu-lagunya masih bertemakan kegalauan? Hahaha, mungkin karena tipologi vokalnya yang membuat semua atmosfir lagu yang ada menjadi kelam. Terutama dengan frasa-frasa yang dijabarkan dalam bahasa Inggris, membuat semua perumpamaan menjadi lebih bias, menjadi lebih misinterpretasi. Silahkan simak “Place I’ll Never Be” ataupun “Sudden Wonderland”. Salah satu track andalan saya juga adalah “Mother” yang dihadirkan sebagai track kedua. Selain “Just For My Mom” dari Sheila On 7, lagu ini juga yang membuat saya seketika ingin memeluk ibu di rumah.

Adhitia juga jeli melihat perkembangan dunia sosial media yang semakin ramai dengan memberikan tema “World Without a Sky”, tentang bagaimana batas kedekatan bisa dilakukan melalui ujung jari, mengetahui kabar teman jauh, sampai berita-berita tertentu. Tapi sekali lagi, lagu ini tetap menimbulkan interpretasi lain. Saya memikirkan dunia tanpa perang, dunia yang damai, hanya melihat hal yang sama.

Untuk mereka yang tidak terbiasa dengan musiknya, bisa jadi album ini akan sangat membosankan. Ritme yang sama dari awal sampai akhir berasa stagnan, tapi bagi fans fanatik? >.<’ album ini terasa sempurna. Track favorit saya jatuh pada “September” dan “Promises”. Tentang sebuah cerita yang tidak selesai, tentang janji yang tertinggal, tentang kenangan yang memudar.

Ada dua jenis rekaman yang dikerjakan oleh Adhitia Sofyan. Seri How To Stop Time ini adalah edisi bedroom recording yang artinya masih serupa demo. Dikerjakan pada malam hari di kamar yang menjadi tempat kreatifnya. Taraf album fisik masih dalam perencanaan, dan seperti biasa album ini diberikan secara cuma-cuma.

Untuk sebuah perjalanan yang dimulai dari skala indie, kualitas dan musikalitas Adhitia masih terjaga dengan apik sampai sekarang. Album ini mengajak kita untuk sedikit berpikir, bagaimana tentang hidup ini akan berjalan nantinya? Cheers!

We walked down the road to the end
I wish the time stood still
Still I wonder if I could stay for a while
You see, its been a while since I felt this way (September)

*mengenai Adhitia Sofyan bisa dibaca di http://adhitiasofyan.wordpress.com/ dan lagunya bisa diunduh di https://soundcloud.com/adhitiasofyan


REWIND!

$
0
0
Rewind is now playing

Rewind is now playing

Ketika satu album bisa saja menjadi semacam kumpulan cerita di masa lalu, maka album apa yang akan kau pilih? Inilah tema besar dari REWIND yang dihelat di Kampung Buku, sabtu 13 April 2013. Acara yang dibuat untuk memperingati Record Store Day yang jatuh pada hari ini. Semua orang diundang untuk berbicara tentang album kenangannya masing-masing, sekaligus dengan membawa kaset tersebut.

Kaset? Yah, itulah mengapa namanya bertajuk REWIND. Siapa yang lupa bagaimana cara memutar kembali kaset untuk mendengarkan lagu favorit dalam sebuah album? Tidak dengan sistem skip track per track, seperti yang dilakukan sekarang ini. Hasilnya, terkumpullah hampir satu lemari kaset dari koleksi orang-orang yang datang, ditemani sejumlah cerita tentu saja.

Acara dimulai dengan daeng Ipul yang bercerita tentang kaset pertama yang sangat berkesan. Pearl Jam! Maka sore itu dimulailah kuliah berlanjut tentang bagaimana hebatnya musik yang dihasilkan tahun 80 an dan 90 an. Semuanya berawal dari band-band yang sekarang sudah termasuk senior. Penjelasan ini kemudian dikuatkan oleh Iko MD, music director dari Radio Madama. Ada banyak band yang sepertinya memang menjadi influence bagi musisi kekinian.

Daeng Ipul dan Iko dari radio Madama bercerita tentang kaset masing-masing

Daeng Ipul dan Iko dari radio Madama bercerita tentang kaset masing-masing

Factor usia mungkin mempengaruhi, atau bagaimana taste musik mengajak kita menjadi penganut sekte musik tertentu. Kalau mau dibandingkan, tentu tidak akan sepaham. Bagaimanapun musik itu universal dan telinga adalah barang yang sangat subjektif. Siapa yang menyangka kalau Nanie ternyata penggemar berat Padi, dan Piyo adalah fans dari NKOTB? Tidak ada yang bisa memaksakan pendapatnya termasuk ketika saya menjadi fans Westlife garis keras #eh.

Acara ini semakin seru dengan beberapa kaset yang diputar ketika kita sharing. Maka musik Nirvana, Guns ‘n Roses, Pearl Jam, kemudian bersambung dengan musik Westlife, maka lengkaplah semua yang bertemakan Soundtrack Of My Life. Saya sendiri mempunyai 2 kaset yang selalu menjadi pegangan di jaman SMA. Pertama album Westlife Deluxe dari Westlife dan OMPS. Roswell yang rilis di awal tahun 2000an. Kenapa? SMA adalah satu masa yang penuh cerita dan kedua album inilah yang menyelamatkan semua mimpiku.

Berbicara tentang kaset maka tidak lupa pula berarti kita berbicara tentang radio dan perkembangan took musik di Makassar. Semua orang punya cerita yang sama, ketika membeli kupon untuk request di radio (jangan tanya ini tahun berapa!) ataukah bagaimana perasaan jengkel ketika sudah niat untuk membeli kaset BASF 60 menit untuk merekam lagu di radio, dan penyiarnya tidak mau berhenti ngomong. =))

Selain berbicara kenangan, acara ini dimeriahkan pula dengan banyak acara menarik lainnya. Mulai dari akustikan band Globalisashit, lapak buku dan album yang disediakan oleh Kedai Buku Jenny, dan garage sale oleh Qui-Qui, serta pemutaran film oleh bioskop keliling Tanah Indie. Sebuah paket lengkap untuk acara yang diadakan oleh komunitas, untuk komunitas.

Tempat yang tepat untuk bersenang-senang!

Tempat yang tepat untuk bersenang-senang!

Semua orang mempunyai cerita untuk album favorit masing-masing. Ketika masa-masa analog juga lebih bercerita dibandingkan kemudahan era digital, maka semua orang sore itu merapikan sudut kenangan masing-masing. Untuk kemudian diingat lagi di keesokan hari, just REWIND! Happy Record Store day!

Yuk! Bertualang di pulau!

$
0
0

Postingan ini disertakan dalam #8MingguNgeblog Anging Mammiri.

***

Saya dulu sering ikut berpikir atau menjawab ketika di sebuah majalah atau tayangan televisi yang menanyakan pertanyaan berandai-andai.

“seandainya kamu terdampar di sebuah pulau, sebutkan 3 benda yang kau inginkan bersamamu”.

Pertanyaan ini kemudian berkembang menjadi imajinasi yang liar. Jawaban standar tentu saja adalah Handphone, Buku dan ipod. Haha, tidak ada survival kit, hanya peralatan seadanya untuk menikmati suasana pulau. Jadi terdampar, tapi dokumentasi (atau narsis) harus tetap jalan.

Pulau Kodingareng Keke

Pulau Kodingareng Keke

Ada banyak pulau yang bisa dijadikan destinasi untuk menghilang sejenak. Tidak usahlah membayangkan suasana pulau yang kosong dan tidak berpenduduk. Kecuali memang naluri untuk survive atau adu nyali begitu besar, maka beberapa pulau bisa pula ikut dijajal. Tapi tentu saja dengan peralatan yang memadai, karena bisa jadi bahan makanan tidak tersedia disana.

Jadi kita bisa bertualang kemana saja?

Pulau yang terdekat yang bisa dicapai dari Makassar adalah Samalona. Dengan durasi 45 menit berperahu, kita akan disambut oleh jernihnya air, putihnya pasir dan tentu saja matahari yang cukup menyengat. Untunglah banyak pepohonan yang bisa dijadikan tempat untuk berteduh. Di pulau Samalona ini tersedia pula beberapa penginapan yang disediakan oleh penduduk kalau ingin menginap. Kisaran harganya 750 ribu sampai 1 juta rupiah, tergantung dengan jenis akomodasi yang diinginkan. Tapi kalau hanya untuk kunjungan sehari, maka modal balai-balai yang ada bisa jadi pilihan. 50 ribu sebagai tepat menaruh barang, dan lautan lepas untuk dijelajahi.

Pemandangan Pulau Samalona

Pemandangan Pulau Samalona

Luas pulau ini tidak seberapa. Mungkin saja beberapa orang merasa akan terlalu ramai, karena memang Samalona masih menjadi primadona. Aktivitas snorkeling, diving, sampai ada yang menggunakannya untuk bermain jet ski ataupun bermain banana boat. Pulau ini masih menjadi destinasi favorit.

Pulau Barrang Lompo juga bisa menjadi pilihan ketika ingin menikmati suasana pulau yang sedikit ramai. Mempunyai akses jalan yang sudah tertata rapi, Barrang Lompo terkadang sulit dibedakan dengan wilayah pinggiran kota Makassar. Kita akan menemukan anak muda yang nongkrong di dekker-dekker sambil bercerita musik kekinian yang ada di televisi dengan gaya berbusana yang hampir menyerupai. Tulisan saya mengenai Barrang Lompo bisa dibaca disini.

Masih banyak pulau lainnya yang bisa dijelajahi di sepanjang laut Makassar. Nego yang dilakukan bisa dari pelabuhan Kayu Bangkoa yang terletak di samping hotel Pantai Gapura, tempat penyeberangan samping Popsa, ataupun melalui pelabuhan Paotere. Jumlah hari untuk bertualang tentu saja harus masuk pertimbangan, karena ada beberapa pulau yang perjalanannya mencapai 5 jam, tergantung jenis kapal yang akan digunakan. Seperti Pulau Kapoposan dan Pulau Badi yang mempunyai banyak daya tarik, walaupun kesananya memang harus disertai niat yang kuat.

Dermaga Pulau Kodingareng Keke

Dermaga Pulau Kodingareng Keke

Yang masih dan tetap menjadi favorit saya sampai sekarang adalah Pulau Kodingareng Keke. Pulau tak berpenghuni yang cakupan luasnya pun tidak seberapa. Akses yang cukup terpencil ini hanya dilirik oleh beberapa orang, karena kesulitan air ataupun makanan. Tapi tumpukan pemandangan karang yang ada semuanya terbalas. Kita masih bisa menemukan banyak karang yang membentang, dengan ikan yang beraneka rupa. Juga, beberapa tahun yang lalu ada beberapa pipa dan sebuah mobil VW yang diturunkan di kedalaman 10 sampai 20 meter, ini dipesiapkan untuk menjadi habitat karang dan ikan laut.

Pemecah Ombak

Pemecah Ombak

Tempat berteduh yang ada hanyalah barisan pepohonan yang berada di tengah pulau, jadi silahkan bersiap dengan alas duduk ataupun persiapan lainnya. Biasanya satu botol air kemasan 1,5 liter cukup untuk dipakai minum oleh satu orang. Jangan sampai dehidrasi, karena sengatan matahari bisa sangat terik dan dehidrasi karena snorkeling. Takaran tersebut hanya untuk minum saja, kalau mau mandi, yah bawa botol yang lebih besar :D

Bersama keluarga besar @paccarita :*

Bersama keluarga besar @paccarita :*

Beruang laut liar!

Beruang laut liar!

Beberapa teman pernah menginap disana, bermodalkan tenda dan peralatan untuk camping. Rasanya pasti menakjubkan! Saya pernah tertidur di tepi pantai di Kapoposan dan pemandangan bintang karena langit yang jernih tidak bisa dijelaskan. Karena tempat yang jauh dari Samalona, maka kisaran harga perahu juga lebih mahal kalau ingin ke pulau ini.

Tidak selamanya pulau itu menjadi tempat yang menyusahkan untuk berlibur. Kecuali memang takut kulit terbakar atau alergi matahari, maka jumlah pulau-pulau yang bisa dijadikan alternatif bertualang sangat beragam! Jangan takut untuk terdampar, cukup sediakan perlatan dokumentasi karena semuanya layak untuk diabadikan.

Rumer ~ Slow

$
0
0

You make me want to sing about love
Even though you don’t wanna know
You make me want to tell the whole world

*dengan mengambil nama panggung Rumer, Sarah Joyce, penyanyi kelahiran Inggris yang berdarah Pakistan merintis karirnya dengan mengambil ranah pop, jazz dan soul. Dikatakan sebagai penerus Karen Carpenters, Rumer mampu menghadirkan suasana lagu yang penuh dengan irama soul di setiap albumnya. Sessions Of My Soul dan Boys Don’t Cry sebagai bukti bahwa memang dia mempunyai talenta yang luar biasa.

Hurt.

$
0
0

Pernah saya bercerita kepadamu tentang mimpi yang selalu ada di kepalaku. Tentang keinginan-keinginan yang berupa kamu di dalamnya. Dimana cerita serupa novel selalu ditayangkan. Menghabiskan hari dengan menghabiskan segelas cokelat hangat dan menikmati hujan yang turun dengan bergegas. Tapi ternyata benar kata pepatah, bahwa terkadang mimpi selalu jauh dari kenyataan. Ketika kau sendiri tidak pernah betul-betul mengusahakannya.

image by http://tumblr.com

image by http://tumblr.com

Entah mengapa saya begitu bodoh akhir-akhir ini. Membuat waktu menjadi kunci yang menjadi pengekang. Ketika tetiba kilasan-kilasan hari kemudian menjadi lewat begitu saja. Saya takut. Mengakui bahwa saya kebablasan lagi. Terbawa ritme tanpa pernah mengontrolnya. Tidak memberi jeda sedikitpun. Tahu karena apa saya sedih? Karena melihat status seorang teman yang sedang makan bersama bersama pacarnya. Sesederhana itu, tetapi saya bersedih setengah mati.

Kali ini saya betul mengutuk jarak, dan hampir menyerah karenanya. Ketika kau berkata dalam satu baris pesan singkat, ingin pacaran berdua, entah mengapa sisi defensif yang kemudian muncul. Dalam bentuk sarkas yang sangat kasar bahwa mungkin kita harus menyerah pada kenyataan. Bahwa hati memang tidak bisa tertebak, ketika berpura-pura berkata kuat. Sesungguhnya saya rindu. Cuma malu mengakuinya. Malu untuk terlihat lemah. Malu terlihat sebagai manusia. Bukankah itu yang membuat hubungan menjadi lebih hakiki? Ketika melibatkan perasaan di dalamnya.

Lagi, saya dibutakan oleh perasaan aneh. Bahwa perasaan hanyalah sebentuk pembodohan pikiran. Mencoba mengekang perasaan yang ditimbulkan rindu untuk hanya sekedar duduk bersama. Membicarakan hal-hal remeh, atau mengomentari berita-berita yang berseliweran di dunia nyata. Entah sejak kapan, saya membangun benteng itu lagi. Benteng kenyamanan dalam kesendirian. Tanpa tersadar, pelan-pelan rasa nyaman itu menjebak lagi. Menjebak pada ketiadaan.

Apa yang sebaiknya kita lakukan? Saya masih berusaha memaksa pikiran untuk berkata semuanya baik-baik saja. Tapi terkadang, bahwa memang logika tidak bisa berjalan lurus dengan perasaan. Bahwa memang perasaan bisa hilang karena hal-hal sederhana. Tahukah kamu, satu pertanyaan yang paling menohok yang diberikan padaku pekan lalu?

“seberapa berharga dia untuk kamu perjuangkan?”

Menurut kamu? Seberapa layak saya dipertahankan? Beberapa opsi sudah berada di ujung tangan. Bersaingan dengan ujung lidah yang selalu ingin melontarkan perkataan-perkataan yang tidak berkesudahan. Tahukah kamu seminggu ini hanya saya habiskan dengan membaca komik? Tidur dan menjalani hari seperti hari-hari yang lain. Sambil meyakinkan diri bahwa saya baik-baik saja. Tetapi sebenarnya tidak.

Apa yang akan terjadi dengan kita?

Untuk saat ini saya pun tidak tahu dengan jawabannya.

Gili Story #1 : dan petualangan dimulai!

$
0
0

Ketika melihat jejak kebelakang, saya selalu tersenyum mengingat betapa banyak yang telah terdatangi, telah banyak tempat telah saya lihat dan nikmati. Walaupun tidak pernah sekelas dan tidak sebanyak para traveler terkenal, saya menikmati sensasi tersendiri dari setiap perjalanan. Tentang melompati waktu, menikmati riuh dari kondite lain setiap kehidupan.

Seberapa banyak saya berjalan setiap tahunnya? Saya kemudian teringat pada satu ucapan bahwa selalu ciptakan keadaan dimana kau tidak butuh lari setiap waktu darinya. Karena terkadang perjalanan bagi sebagian orang adalah manifestasi rasa jenuh. Keinginan untuk lari dari kenyataan, walaupun sejenak, tapi bisa bernafas lega. Kali ini perjalanan saya dimulai di Gili Trawangan.

Dari sekian banyak destinasi, entah mengapa saya jatuh cinta dengan laut, ombak, pantai. Saya selalu terkesima dengan luasnya horizon yang bisa saya lihat, selalu merasakan sentimentalitas berlebihan ketika melihat sunrise maupun sunset, atapun hanya menikmati sensasi panas laut. Urusan kulit hitam? Itu belakangan. Saya selalu takut ke gunung, karena dia bisa menciptakan ilusi-ilusi yang selalu tampak sama. Hahaha, saya memang buta arah, dan geografi saya selalu dibawah minus. Pejalan macam apa saya ini? Bahkan di peta buta pun saya tersesat!

Gili-1

Gili Trawangan yang saya bayangkan adalah sebuah pulau pelarian yang tepat. Dengan bungalow-bungalow sepanjang pantai, kehidupan yang begitu riuh dan tentu saja akomodasi yang memadai. Apa yang terjadi sesampai disana?

Pelan-pelan saya membangun imaji yang lain. Bahwa memang Gili Trawangan adalah sebenar-benarnya neraka. Neraka bagi para jomblo! Kalau bukan orang pacaran, pastilah newlywed. Berpelukan, berciuman, berpegangan tangan, semuanya dilakukan di jalan! Romantisme café yang berjejer juga menambah romansa, sehingga mereka yang jomblo akut bisa dikatakan akan segera merasa penat tak berkesudahan. *termasuk saya* *kemudian nangis*

Bagaimana dengan akomodasi di Gili Trawangan? Sebenarnya ada 3 destinasi yang bisa dijajal. Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Tapi yang paling terkenal ternyata justru Trawangan, dengan semua kehidupan malam dan destinasi akomodasi yang begitu melimpah. Dari Pantai Senggigi, Lombok, silahkan naik taksi ke Pelabuhan Bangsal, atau kalau tidak mau repot silahkan cari rental motor. Parkiran di Pelabuhan Bangsal ada yang melayani lebih dari 24 jam, kalau memang ingin menginap di Gili Trawangan.

Di konter tiket kemudian tersedia pilihan destinasi, akan ke Trawangan, Meno, atau Air dengan harga tiket yang berbeda. Silahkan tunggu sejenak, sampai satu kapal dirasa cukup penumpang (atau barang), baru akan berangkat. Itu berarti selain berisi orang, bersiap saja melihat berdus-dus mie instan, galon air, bir, dan aneka kebutuhan hidup di pulau. Maklum, sarana transportasi inilah satu-satunya penghubung antar pulau.

Gili-2

Sesampai di Gili Trawangan, kita akan disambut dengan jejeran rumah dan kafe mulai dari sekitar pelabuhan dan memutari rute pulau. Jalan yang terbuat dari paving block, berbagai jenis sepeda, sampai delman yang menjadi alat transportasi utama sudah tampak berlalu lalang. Berbagai pilihan aktivitas sudah ada di kepala, apa yang sebaiknya dilakukan terlebih dahulu? Memilih penginapan!

Memilih penginapan di Gili Trawangan bisa menjadi tricky. Ketika sampai di pelabuhan, mungkin kita akan sedikit shock melihat begitu banyak pejalan yang datang, kebanyakan dari luar negeri. Dan dari pelabuhan kemudian tersedia begitu banyak penginapan, homestay, dan café-café yang berjejer. Jalan utama di Gili Trawangan adalah sebuah jalan sentral yang membagi area pantai dan penginapan yang mengelilingi pulau. Jadi semua penginapan (yang mewah dan mahal) pemandangannya langsung mengarah ke laut. Harganya? Yah, kalau memang standar 250 k sampai 300 k.

Gili-6Beruntunglah saya mendapat beberapa pilihan melalui bantuan blogwalking dengan kata kunci penginapan murah di Gili Trawangan. Ternyata konsep poppies lane juga berlaku disini. Harga semakin dekat dengan jalan utama, tentu saja semakin mahal. Tapi sebenarnya disela-sela hotel besar, ada lorong-lorong menuju dusun atau penginapan penduduk. Jenis penginapannya pun berubah menjadi homestay atau sekadar kamar yang disewakan. Bungalow-bungalow juga tidak kalah banyaknya. Harganya? Ada yang 100 K permalam! Dengan fasilitas yang sesuai tentu saja. Bisa berupa hanya kipas angin ataupun kamar mandi luar. Tergantung pilihan perjalananmu dan bersama siapa.

Saya justru merasa bahwa homestay yang berada di daerah dusun ini justru lebih nyaman. Karena lebih sepi dan tidak banyak melihat orang berlalu-lalang. Beda dengan yang dekat jalan utama, yang selalu riuh dengan musik—karena setiap café memutar musik yang lumayan keras—ditambah para pejalan yang selalu memenuhi jalan utama.

Saya sendiri merekomendasikan Edi Homestay. Walaupun berada agak jauh dari pelabuhan, tapi akses untuk kemana-mana bisa terjangkau. Sepertinya rute di Gili Trawangan, semakin ke barat, semakin penuh dengan vakansi yang mahal, jadi lokasi Edi Homestay berada di tengah-tengah jalur. Mau ke area yang cafénya menengah, tinggal belok ke kiri, sedangkan area kanan adalah area whatever-you-eat-is-don’t-shock-with-the-price.

Gili-3

Kalau memang belum mempunyai tempat tinggal, rekomendasi saya, silahkan istirahat sejenak di café dan taruh barang disana. Eksplorasi bagian pelabuhan sampai ke hotel villa ombak, karena beberapa homestay terletak di lorong-lorong yang menuju dusun. Tidak perlu takut akses yang jauh, karena semuanya masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Hari pertama di Gili Trawangan saya habiskan dengan mengeksplorasi pantai dan melihat-lihat sekitar. Bahwa mungkin banyak hal lain akan menanti!

Gili Story #2 : bagaimana memilih travel buddy.

$
0
0

Sepertinya saya ditakdirkan untuk memilih teman bertualang secara random. Tidak pernah begitu pas, tetapi tidak juga begitu chaos. Semuanya beragam, tetapi pelan-pelan saya mencatat bahwa drama bisa saja terjadi dalam setiap perjalanan. Semua orang pernah melakukan trip rombongan pasti pernah merasakannya. Karena biasanya, dalam setiap perjalanan barulah sifat asli seseorang bisa muncul dengan sendirinya.

the best travel buddy!

the best travel buddy!

Masalah paling sering muncul adalah standar kenyamanan. Inilah patokan yang menjadi tolak ukur bersama yang terkadang susah disamakan. Tapi bisa apa lagi?

Standar kenyamanan inilah yang biasanya menjadi masalah terbesar. Ketika banyak kepala yang berpikir, bisa jadi banyak standar yang tercipta. Apalagi kalau sudah ada yang meneriakkan statement “terserah”, biasanya justru merekalah biang chaos. Karena tidak bisa menentukan apa keinginan mereka.

Welenreng's travel mate

Welenreng’s travel mate

Saya sendiri sudah melakukan perjalanan dengan beragam tipe teman. Dari teman komunitas, yang dimana bobot, bibit, dan boroknya sudah ketahuan semua, tetap saja masih tercipta drama. Dengan teman-teman @paccarita, yang biasanya menjadi bahan percekcokan adalah masalah ritme =)), saya yang mau bergerak mulai dari pagi-pagi buta, sementara kebanyakan justru bisa bergerak di atas jam 9 pagi. Jaka sembung bawa golok? Iya banget.

Pun ketika liburan terakhir di Gili Trawangan bersama geng jomblo hore di kantor, akhirnya saya tetap harus menahan diri. Menyamakan ritme mereka. Well, bukan salah mereka juga sih sebenarnya. Ketika saya mau berleyeh-leyeh duduk membaca, mereka mau menjelajah pulau. Ketika saya mau nongkrong di pub sampai tengah malam, mereka memilih tidur. Hahaha, betul-betul ritme yang bertabrakan. Jadinya ada beberapa momen yang sebenarnya kami harus terpisah, karena prinsip “liburan sama-sama” mereka justru tidak mau berpisah.

Akhirnya liburan, tapi jadi bodyguard XD

Akhirnya liburan, tapi jadi bodyguard XD

Dari beberapa tipologi aura liburan, akhirnya saya bisa menyimpulkan beberapa alternatif alasan untuk memilih travel buddy dengan baik dan benar. Diantaranya :

1. Selera. Pastikan lebih dari 70 persen memiliki minat yang sama. Entah itu bacaan, musik, atau bahan flirtingan. Supaya nanti tidak mati gaya.

2. Ritme. Pelajari ritme diri sendiri, apakah lebih nyaman beraktivitas di pagi, siang, atau malam hari. Apakah lebih senang membaca sendiri atau duduk nongkrong beramai-ramai. Apakah lebih senang ke pantai atau ke gunung yang penuh misteri.

3. Itinerary. Inilah simpul yang paling penting. Konsensus yang harus diikuti bersama. Persoalan dari beberapa trip terdahulu adalah, belum adanya itinerary yang jelas mengenai objek wisata yang akan didatangi. Biasanya bermodalkan let it go, let it flow. Malah ini jatuhnya bisa berpotensi chaos. Usahakan juga untuk berkomitmen untuk mematuhi itinerary tanpa no hurt feeling. Maksudnya, ketika semua orang membutuhkan saat bersama-sama, maka hormati juga ketika orang ingin memiliki free time. Tidak semua minat kita harus sama dalam liburan kan?

Bisa saja akhirnya kita menjadi pemilih dan menjadi terlalu serius dalam memilih travel buddy. Tapi menurut saya ini tetap menjadi hal yang penting. Tentang bagaimana memaknai perjalanan, membicarakan hal-hal yang terjadi selama perjalanan, tanpa harus bersusah hati untuk menahan perasaan dan perasaan tidak karena alasan pertemanan. Adios!

Jadi protokol Masjid, siapa takut?

$
0
0

Berdiri di depan mimbar, berbicara kepada segenap hadirin. Mengucapkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, dan berupaya mengucapkan nama khatib dan angka dengan baik dan benar. Menjadi protokol masjid sepertinya tidak semudah yang saya bayangkan.

Saya teringat perkataan seorang dosen di kampus dulu bahwa semua orang bisa belajar untuk berbicara di depan publik. Apapun medianya, semuanya bisa dijadikan sarana untuk latihan. Mimbar masjid? Tantangannya dua kali lipat karena berhadapan langsung dengan para audiens. Hal itu telah saya saksikan semalam.

Image by http://mtfuna.ub.ac.id

Image by http://mtfuna.ub.ac.id

Suaranya terbata, sesekali pandangannya gugup, melihat sekitar. Beberapa jemaah mengeluarkan tawa yang tertahan. Tapi remaja masjid yang lain terlihat menyoraki, bahwa ini adalah sebuah proses belajar. Sempat salah menyebutkan jumlah isi celengan shalat tarawih dan mengulang nama khatib tidak menghalangi langkahnya. Ketika informasi selesai dibacakan, wajahnya tersenyum lega. Dia berhasil melaluinya.

Proses regenerasi para remaja mesjid di Mesjid Baitul Yaqin telah berjalan lancar. Saya sendiri kaget ketika shalat tarawih di malam kedua, dan mendapati bukan lagi para pengurus masjid yang membacakan laporan harian, tetapi para remaja masjid yang masih berusia belasan tahun. Bahkan masih ada yang duduk di kelas 1 SMA! Ah senangnya!

Bukannya apa, selepas generasi saya di daerah tempat tinggal, era remaja masjid sempat hilang. Yah, katakanlah kami ini generasi yang terlalu cepat mengenali dunia luar, *eh, sehingga jejak di era kepengurusan langsung diambil alih oleh para pemuka masyarakat. *ditabok*. Ketika mendapati para remaja yang kembali mengurus mesjid, rasanya senang sekali.

Saya sendiri percaya bahwa menjadi protokol mesjid itu tidak mudah. Untuk Ramadhan kali ini para remaja mesjid bergiliran menjadi protokol dan menyampaikan informasi harian seperti nama penyumbang hidangan buka puasa, nama khatib penceramah sampai laporan keuangan mesjid. Tampaknya mereka telah bekerja keras latihan. Mereka percaya diri berbicara di depan jemaah tarawih. Saya sendiri yang telah menjadi pemandu acara di banyak panggung belum tentu bisa setenang mereka >.<”.

Kadang posisi mereka terlihat kecil dan hanya memberikan informasi selewat, tetapi sekali lagi ketika ditantang untuk menjadi protokol mesjid, saya mungkin akan berpikir lagi. Takutnya nanti malah jadi siaran radio. :D , yuk ah shalat tarawih lagi!


Justin Timberlake ~ Mirrors

$
0
0

Tidak ada yang istmewa pada beat-beat yang ditawarkan oleh JT setelah 25 detik intro yang membuat penasaran. Tetapi keterbiasaan inilah yang membuat kita semakin menyadari bahwa memang musik JT yang lebih sederhana bisa menjadi teman untuk kapan saja. Menjadi semacam pengobat rasa rindu, bahwa ada sesuatu yang tidak berubah. Layaknya seorang teman yang telah lama jalan bersama.

Apa akibatnya? Untuk mereka yang mengharapkan sesuatu yang wah, terang saja akan kehilangan sentuhan “magic” yang dulu dijejalkan padanya berkat musik yang tidak biasa pada album terdahulu. Tapi satu hal yang paling terasa adalah Justin Timberlake mengalami kematangan emosi yang sangat mencolok. Dilihat dari lirik I don’t wanna lose you now/ I’m lookin’ right at the other half of me/ The vacancy that sat in my heart/ Is a space that now you hold. Ouch!

Mungkin hanya Master Oogway yang bisa mengatakan frasa Yesterday is history/ Tomorrow’s a mystery tanpa harus kelihatan seperti menggurui. Tapi masa depan Justin Timberlake rasanya sudah bisa ditebak. Sejak Cry Me A River, dia menekankan bukan hanya bisa bernyanyi dengan penuh penjiwaan, tapi lirik yang dalam bisa menjadi perenungan yang bisa diikuti oleh semua orang. Siapa yang tidak pernah berdrama dalam sebuah hubungan? Selain Justin Timberlake, ada Timothy Mosley, Jerome Harmon, James Fauntleroy yang bertanggung jawab untuk lirik keseluruhan.

A new chapter.

$
0
0

Rasanya aneh ketika memikirkan bahwa terkadang memang sebuah ucapan bisa menjadi doa yang sangat mujarab. Kita tidak pernah tahu, bahwa kapan malaikat lewat dan mengiyakan sebuah perkataan. Saya yang dulunya selalu membenci ritme ibukota, akhirnya menjadi bagian manusia urban. Yang selalu menyegerakan langkah. Yang selalu tertatih dengan waktu.

Pemandangan tiap hari :D

Pemandangan tiap hari :D

Siapa yang menyangka, saya yang sepuluh tahun lalu harus menerima kenyataan bahwa memang kapasitas otak tidak mampu menembus perguruan tinggi negeri. Bahwa memang mungkin Tuhan punya cerita lain. Saya masih ingat apa perkataan bapak, ketika melihat saya pulang membawa koran pengumuman kelulusan SPMB,

“lantas kamu mau kuliah dimana? Swasta?”

“Entahlah pak, saya juga masih bingung”

Pertanyaan dan perkataan yang membuat saya masih gamang sampai beberapa waktu. Apalagi ketika bapak tahu saya lebih memilih menjadi operator warnet. Bekerja selama 8 jam sehari dengan iming-imingan koneksi internet semaunya. Ditambah lagi dengan kenekatan untuk menjadi penyiar di salah satu radio anak muda. Maka sukseslah saya menjadi salah satu pengangguran yang sibuk. Sampai suatu hari seorang sepupu mendapati saya yang kerja jadi operator warnet dan meneruskan cerita itu kepada bapak.

“kamu mau jadi apa sebenarnya?” itu pertanyaan bapak sekali lagi. Ketika saya baru saja masuk rumah. Tanpa dia tahu bahwa anaknya, telah siaran dari jam 9 pagi, kemudian lanjut bekerja sampai jam 8 malam.

Bahwa mungkin saat itu saya telah memilih jalan hidup saya sendiri. Melesat jauh dari 3 tahun menjadi anak STM sambil berpikir, apakah memang ini hidup yang ingin saya jalani? Ketika saya menjelaskan bahwa masih ada setahun untuk memikirkan akan kuliah dimana. Apakah memang masih ada pilihan lain yang bisa dijalani.

Sampai semua skenario Tuhan memang berjalan sempurna.

Dengan semua fase drama di rumah. Dengan semua pertemanan yang terjalin. Dengan semua pilihan akan kuliah dimana. Kemudian dihadirkannya teman-teman yang pelan-pelan membentuk saya seperti sekarang. Bahwa memang terkadang kita harus seringkali tersesat untuk menyadari sesuatu yang salah dan kemudian menjadi manusia yang lebih baik untuk memperbaikinya.

Mungkin saya tidak akan pernah lupa dan tidak akan pernah bisa menghapus raut kecewa bapak sepuluh tahun yang lalu. Ketika anaknya telah mengambil keputusan yang besar, yang bahkan ujungnya pun tidak ketahuan. Entah karena memang tidak mempunyai prinsip, ataukah karena memang semuanya sudah mempunyai jalannya masing-masing.

Tetapi saya tahu bapak selalu bangga dengan semua anaknya. Ketika saya sekarang berada di tengah riuhnya ibukota, mengikuti pelatihan intensif selama 6 bulan. Persiapan untuk berangkat kuliah di luar negeri tahun depan. Beliau selalu bangga dengan keberanian dan keputusan semua anaknya.

Ninecredible Journey!

$
0
0

Rasanya 9 tahun bukan waktu yang pendek, ketika sebuah kegemaran bisa menyatukan banyak individu dengan sebuah visi yang sama. Berbekal kenekatan dan kegilaan terhadap genre musik mancanegara, inilah wadah yang menampung semua hal tersebut diatas. Sungguh 9 tahun adalah sebuah perjalanan yang tidak bisa diremehkan.

Ninecredible!

Ninecredible!

Dalam perjalanan CreativeDisc ada banyak perubahan yang terjadi. Munculnya kontributor baru, dengan taste yang berbeda dan sudut pandang yang berbeda dalam membuat sebuah ulasan. Ketika dulu kami berebut untuk membuat daftar artis yang kami sukai, rasanya sekarang menjadi lebih berbeda. Mungkin karena musik yang keluar hampir terasa beragam. Atau kami yang bertambah tua? Hahaha.

Perbedaan yang paling mencolok adalah dengan adanya fanbase dari para artis. Ini yang patut diacungi jempol. Ketika dulu ritme yang ada mencari rilisan tercepat, kini justru kita menikmati setiap lagu yang ada. Berharap lagu tersebut bisa meresap dan melihat bagaimana trend yang diciptakannya. Siapa yang menyangka bahwa Just Give Me A Reason milik Pink justru tenar setelah 2 bulan di review? Yang menjadi menarik adalah bahwa sebagian besar para penikmat musik sekarang lebih senang dengan musik yang telah tenar sebelum mencari ulasannya.

Ketika angka pembajakan yang terus meningkat, inilah peran fanbase untuk terus support dan campaign, mari beli album original. Pola yang berubah ini juga yang membuat CreativeDisc sejenak terasa berubah. Model kerjasama dengan label yang resmi dari tahun pertama kemunculannya justru lebih terasa. Seluruh single yang diulas adalah resmi telah dirilis dalam sebuah label, atau kalau tidak, berarti artis tersebut belum jelas nasib albumnya di Indonesia.

Tampilan baru CreativeDisc

Tampilan baru CreativeDisc

Apa yang membuat kami bisa bertahan begitu lama? Salute to Welly, founder yang tidak lelah-lelahnya untuk memberikan yang terbaik. Yang selalu bisa dijadikan teman untuk berdiskusi, yang juga terkadang bisa menjadi editor yang kejam dalam menagih deadline tulisan. Hahaha! Ketika saya tidak terlalu mengikuti musik kekinian, dia akhirnya memberikan konsep tugas. Supaya saya tidak mendengar semua lagu baru lagi. Hanya yang saya senangi saja.

Akhirnya ulasan konser, gimmick setiap bulan bukan hanya menjadi milik para kontributor saja. Semua orang yang membutuhkan info musik mencari sumber mengenai artis favorit mereka. Ketika para haters masih ada, tetapi tidak sesering dulu. Ketika para fanbase tidak lagi saling merusuh satu sama lain (I actually miss those time actually, LOL), tetapi saling support demi kecintaan untuk sang idola.

9 tahun bukan jalan yang pendek. Dengan semua kesibukan para kontri, inilah yang bisa kami berikan untuk semua yang selalu haus dengan musik mancanegara. Happy birthday CreativeDisc. It’s always a proud being in this big family. Cheers!

 

Maybe Tomorrow

$
0
0

MaybeTomorrow

I look around at a beautiful life
For been the upper side of down
Been the inside of out
But we breathe

So maybe tomorrow
I’ll find my way home.

(Stereophonics ~ Maybe Tomorrow)

just when you realized, there’s something must be ended.

Karena setiap mimpi memiliki konsekuensinya sendiri.

$
0
0

Sangat aneh ketika jeda 14 hari bisa membawamu kepada banyak perenungan, tentang banyak hal yang biasanya tidak tertangkap oleh retina. Ketika semua kebiasaan hanya berpola pada tempat untuk mencari nafkah dan kemudian berpindah ke rumah, sejak kapan perasaan tumpul kemudian menghadang? Ketika fase mapan sudah mulai menjebak.

Langit Jakarta

Langit Jakarta

14 hari melewati keseharian di ibukota membuat saya melihat lebih banyak. Melihat bagaimana orang-orang mencari rezeki, melihat bagaimana keadaan bisa menjadi tidak begitu nyaman, dan bagaimana memang hidup menjadi tidak adil. Semua porsi yang kemudian saya pertanyakan, konsekuensi hidup mapan itu nanti akhirnya kemana?

Saat ini saya sedang berjuang. Untuk memperbaiki harkat hidup. Alasan yang selalu saya dengungkan. Sebagai bentuk pembenaran bahwa memang ini jalan yang telah ditakdirkan. Dalam beberapa percakapan bersama seorang teman, kami lantas berpikir, hidup ini akan berakhir seperti apa? Sampai kapan kita akan menanyakan arah kenyamanan? Akankah kita mau melepas semua titik nyaman itu? Mungkin kelak, ketika kematian akan menyapa. Tapi sekarang?

Tentu bukan menafikkan hal yang selalu dikejar oleh semua orang. Tapi apa benar apa yang saya lakukan sekarang, kelak akan berguna bagi banyak orang? Bukan hanya memburu kebahagiaan sendiri? Sebenarnya apa definisi bahagiamu?

Tahun ini Alhamdulillah rejeki sedikit mengalir. Walaupun kerjaan di bagian yang baru juga melahirkan drama tak berkesudahan dan terkadang tidak menyisihkan waktu lagi untuk menjadi waras dan berkomunitas. Dengan pembenaran bahwa ini saatnya kerja keras. Bahwa semua ada waktunya. Tapi kenapa tetap ada bagian yang terasa kosong? Terutama sekarang. Ketika saya mempunyai banyak waktu luang dan hanya memiliki petak 3 x 3 meter sebagai tempat huni. Maka keluarlah semua kegelisihan yang selalu ada di sudut pikiran terdalam.

Setiap mimpi memiliki konsekuensinya sendiri-sendiri.

Bahwa mungkin memang sekarang adalah waktunya untuk menepi. Bahwa mungkin saja kaki mengarah ke tempat yang lain. Bukan dari menjejak mimpi di kaki orang lain. Mungkin benar, bahwa semua ada saatnya. Ketika mengatakan akan menghadapi semua keriuhan dengan berjalan sendiri. Inilah saatnya. Untuk mempertajam indra lagi, melahirkan setiap keinginan untuk menjadi lebih baik.

Pijakan kaki itu mungkin bukan letaknya di ujung gunung.

Setiap langkah mungkin saja melangkah ke arah yang berbeda.

Hanya perasaan saja yang tetap sama. Semoga diri sendiri tidak terjebak pada kenyamanan.

***

You said, remember that life is
Not meant to be wasted
We can always be chasing the sun
So fill up your lungs and just run
We’ll always be chasing the sun

(Sara Bareilles ~ Chasing The Sun)

Viewing all 120 articles
Browse latest View live